Sahabat..
Apa sih yang ada di pikiran lo kalau lo semua denger kata “SAHABAT” ??
Apa lo bakal jawab pertanyaan pasaran itu dengan jawaban klise, seperti‘..sahabat itu orang yang akan selalu ada buat gue saat suka ataupun
duka..’ atau ‘..sahabat itu orang/sekelompok orang yang memiliki
kesamaan sama gue luar dalam..’
Jawaban seperti itu memang enggak salah, gue sendiri pernah memberikan
jawaban seperti itu ketika ada yang bertanya sama gue, apa itu sahabat.
Tapi setelah gue pikir-pikir lagi, jawaban itu bukan jawaban yang tepat
menurut gue..
Dan akhirnya pendeskripsian sahabat menurut gue adalah seperti gini :
Sahabat yang paling jujur adalah sahabat yang ikut mentertawakan lo..
Kedengarannya memang sadis banget sih, tapi mungkin saja lo bikin suatu
hal jadi berantakan dan lo menemukan sahabat lo juga lagi asik ketawain lo. Tapi buat gue inilah sahabat yang jujur, karena mereka
manusia, munafik kalau mereka cuma diem tanpa ekspresi ketika
ngeliat lo lagi ‘konyol’ or do something stupid. Lagi pula menurut lo sendiri pasti akan ketawa kan, kalo liat sahabat lo tergelincir di
koridor sekolah atau sahabat lo dandan ala ondel-ondel. Yang perlu kamu
pastiin cuma satu, meskipun mereka ikut tertawa, tapi tangan-tangan
merekalah yang pertama kali terulur ke arah lo dan membantu lo..
In case, gue contohnya. Gue bersahabat dengan Nur Hikmah, Erlin, Alvian, Laras, Naufal, dan gue memang masih punya sahabat yang lain, tapi untuk kali ini aku mau
membahas tentang mereka. Sometimes tanpa gue sadari, gue suka
ngomong dengan bahasa yang terlalu baku, seperti nyebut ‘becak’ dengan
hentakan ‘k’ di ujungnya, atau ‘tahu’ yang saat itu aku maksud adalah
‘tau’ tapi aku melafalkannya tetap dengan huruf ‘h’ yang kental. Dan
mereka ber-lima selalu ketawa terbahak-bahak hahaha, bahkan kadang gue curiga mereka sengaja cari kesalahan gue dalam pengucapan untuk sekedar di ketawain. Oh iya, satu lagi, aibnya gue itu cadel, jadilah ketika ada kata yang terdiri dari banyak huruf
‘r’ gue akan sangat kesulitan, dan lagi-lagi mereka bakal tertawa.
Bikin kesal sih pasti. Tapi memang itu adanya, dan mereka
menerima itu. Dan itu adanya gue yang memang bikin mereka ketawa. Mereka
selalu berani ketawa dengan mulut paling lebar dan volume paling nyaring tepat di depan muka gue, bukan-di-belakang-gue, mereka enggak
munafik, mereka manusia normal, dan ujung-ujungnya mereka bakalan
tetap bakal bilang ‘maaf’ mereka juga akan ngoreksi kesalahan gue, dan
bagi gue ini yang paling penting. Ketimbang sahabat yang selalu bilang iya di semua kata-kata kamu bahkan ketika kamu bilang mau bunuh diri
misalnya, heloooo..sahabat adalah editor dalam buku kehidupan kamu !
Sahabat yang paling setia bukan mereka yang siap sedia di samping kamu selama 24jam..
Sahabat bukan apotek, bukan juga UGD atau circle K, hahaha. Mereka
manusia biasa yang butuh tidur, butuh makan dan butuh privasi. Dia bukan teman lo yang setia kemana-mana ikutin lo. Ketika lo yakin
persahabatan lo telah terbentuk dengan seseorang/lebih, percaya sama lo, tanpa perlu selalu ada mereka di sebelah lo secara raga, mereka
akan tetap jadi orang yang bertahan sampai akhir dalam hidup lo. Jangan
pernah menahan sahabat lo untuk tetap diam di samping lo, itu namanya kamu egois.
Gue, Nur Hikmah, Erlin, Alvian, Laras, Naufal sekolah di SD yg sama yang
sama dan nasib kita masing-masing enggak mengizinkan kita untuk terus sama-sama di SMP. Awal-awal kita semua sama-sama takut persahabatan
kita akhirnya berhenti di tengah jalan. Tapi alhamdulillah sampai hari
ini, kita masih berdiri di garis persahabatan yang sama dan semoga akan
terus seperti itu sampai nanti. Beda sekolah, pastinya bikin kita beda
teman pergaulan. Dan gue rasa, sampai saat ini, enggak ada satupun dari
kita yang merasa di lupain cuma karena masing-masing dari kita menemukan
teman yang baru.
Ibaratnya kaya rumah, kalau sebuah rumah dibangun dengan pondasi
kepercayaan dan kebersamaan yang kuat. Kemanapun perginya penghuni rumah
itu, akan ada waktu dimana dia akan kembali ke dalam rumahnya. Dan
mungkin itulah persahabatan kita ber-lima.
Lima tahun bareng di SD, jalan bareng dengan formasi lengkap masih bisa
dihitung pakai jari tangan, padahal mungkin masing-masing dari kita
bisa berkali-kali jalan sama teman-teman kita di sekolah. Tapi bukan
berarti persahabatan ini pudar dan kita jadi enggak setia satu sama
lain. Percaya atau enggak, setiap gue atau pun salah satu dari mereka
punya masalah, kita selalu tahu. Diam-diam, kita sering melihat tweet
masing-masing dari kita satu-satu, cuma untuk ngecek, sahabat aku
baik-baik aja kan. Dan ajaibnya, misalnya gue tiba-tiba galau, terus gue tweet sesuatu yang kesannya gue punya masalah, padahal pas tweet
itu aku udah pastikan kalau di timeline enggak ada salah satu dari mereka
yang online. Tapi ta-daaahh.. beberapa menit kemudian, ada aja dari
mereka yang mention gue dan enggak jarang langsung sms gue. Begitupun
juga gue. So, sahabat itu tentang jiwa yang bersatu, bukan cuma
tentang tangan-tangan yang saling bertaut.
Sahabat yang peduli bukan sahabat yang terima gue apa adanya.. Bukan berarti juga yang nerima lo ada apanya. Menerima seseorang
dengan segala kekurangan dan kelebihan mereka memang kunci awal untuk
memulai sebuah hubungan yang harmonis. Tapi enggak harus selamanya seperti
gitu. Khususnya di bagian sifat lo yang bad-side-nya.
Bukan sahabat namanya kalau dia terus maafin lo karena keegoisan lo.
Bukan sahabat namanya kalau dia terus biarin lo jadi
pemakai-narkoba-misalnya walaupun mungkin
sial-nya-itu-satu-satu-nya-hal-yang-bikin-kamu-bahagia. Bukan sahabat
namanya kalau dia diam aja ketika sahabatnya terus teriakin kata-kata
kasar tanpa diayak. Bukan sahabat namanya kalau dia mendukung lo karena
sifat lo yang terlalu baik.
Itu sama aja, seperti lo lagi jadi api dan sahabat lo malah jadi bensin,
bukan jadi air. Gue menerima sahabat gue apa adanya, dan sahabat gue pun
demikian. Tapi di beberapa kasus, kita enggak ragu-ragu untuk negur
atau malah marah dan kadang sampai gak tegur ketika apa yang kita
perbuat udah kelewat batas. Gue adalah orang yang enggak tega, di satu
sisi mungkin itu baik, tapi di sisi lain sahabat aku jelas-jelas tahu
kalau itu berbahaya buat aku sendiri. Dan mereka orang yang selalu
meyakinkan gue untuk lebih tegas dalam ambil keputusan. Enggak jarang
kalau gue lagi kena masalah, mereka yang maju duluan karena mereka
tahu gue enggak akan mempermasalahkan masalah itu dan maafin itu begitu
aja. Lebih dari sekedar menerima lo apa adanya, sahabat yang
sesungguhnya memberi jawaban terbaik untuk ‘apa’ dan menyaring yang
telah ‘ada’ dalam diri lo.
Sahabat yang paling asik adalah mereka yang sifatnya bertolak belakang dari sifat lo...
Perbedaan itu indah. Dan gue sangat setuju hal tersebut. Buat gue
perbedaan itu adalah lambang tentang kebersamaan sejati yang paling
nyata. Begitu juga persahabatan yang isinya penuh dengan segala
perbedaan.
Kita ber-lima itu beda banget. Dari segi pemikiran, selera musik,
pelajaran sampai hal-hal kecil lainnya. Kita jarang punya idola yang
sama. Gue sama Nur Hikmah malah selalu berseberangan kalau soal bola. Naufal dan erlin
yang obsesinya di jalur desain-grafis-foto-gambar hal-hal yang akan
selalu gue jauhi, karena gue enggak berbakat seni atau mungkin mulai takut mengenal seni. Laras yang beberapa
tahun terakhir ini terobsesi dengan korea. Alvian yang..err…hahaha…sebagai satu-satunya
orang yang punya pacar di antara kita, dia pastinya yang harus paling
pintar-pintar bagi waktu, dan gue yang udah sebesar ini dan masih
terobsesi sama Idola Cilik, Obiet khususnya, haha.
Dalam bidang musik atau film juga kita beda, mereka lebih suka yang ber-gaya dalam negeri sementara gue selalu membanggakan yang luar
negeri haha. Alvian-Naufal pinter banget hitung-hitungan dan gue benci banget
sama angka. Laras satu-satunya IPA di antara kita ber-empat dan gue
enggak pernah suka pelajaran IPA meskipun cita-citaku jadi dokter. Nur Hikmah itu Hi-tec dan gue Gap-tec,
hahaha. Masih banyak lagi perbedaan gue dan mereka, dan masing-masing
dari kita. Perbedaan ini memang rawan banget untuk pencipta konflik, dan
enggak gue pungkiri ada satu-dua kali kita berantem gara-gara perbedaan
persepsi.
Tapi percaya deh, dengan perbedaan-perbedaan itulah hidup jadi lebih
berwarna. Kita jadi lebih tahu banyak hal, enggak dari satu sisi, enggak
cuma dari mata kita, melainkan dari orang lain di sekitar kita, dan itu
menyenangkan. Dan dari perbedaan-perbedaan inilah, aku dan mereka
belajar untuk saling tenggang rasa dan bertoleransi. Dengan bertoleransi
kita akan saling mengerti dan ujung-ujungnya bakal saling melengkapi
juga menguatkan satu sama lain. Tuhan saja menciptakan dunia dengan
banyak warna, jadi kenapa kita harus menggambar buku harian persahabatan
kita hanya dengan satu warna ?
Sahabat terbaik adalah….
Enggak ada definisi apapun untuk sahabat terbaik. Karena baik itu relatif, semua orang berhak menilai yang terbaik itu seperti apa.
Bagi seorang dokter sahabat terbaik mungkin stetoskopnya
Bagi seorang guru sahabat terbaik mungkin murid-muridnya yang sukses
Bagi seorang penjual daging sahabat terbaik mungkin peternak sapi
Bagi seorang wartawan sahabat terbaik mungkin masalah-yang-tak-kunjung-henti
Bagi seorang pemakai sahabat terbaik mungkin lintingan ganja dan jarum suntiknya
Bagi seorang penulis sahabat terbaik mungkin pena dan kertas
Dan bagi gue, cukup mereka terus ada dan mempercayai gue. Gue udah sangat akan berterima kasih dengan kehadiran mereka. Di banding
mereka, gue enggak ada apa-apanya. Gue masuk sekolah negeri yang biasa-biasa
aja, bukan yang unggulan kaya mereka, gue selalu jadi yang paling banyak tidur kalau lagi belajar bersama karena gue males banget belajar, gue yang suka marah-marah kalau mereka udah berantakin kasur dan
kamar gue, gue yang kadang jadi sok bossy dan sok tahu ke mereka semua, gue yang takut ketinggian dan parno, gue yang enggak ikut satupun
ekskul di sekolah dan bukan bagian dari OSIS ataupun MB (lagi), gue yang
culun dan anak rumahan, gue yang kalau lagi foto bareng-bareng
gayanya paling enggak ekspresif, gue yang sensitif dan hobi nangis, gue yang
belum bisa ngasih banyak untuk mereka.
Tapi jadi apapun gue nanti, kalau gue jadi penulis, gue bakal pastiin nama
mereka bakal terpampang lengkap dan jelas di ucapan terima kasih buku gue, kalau gue jadi psikolog, gue bakal kasih free-consul untuk
mereka, kalau gue jadi dokter, gue bakal kasih pengobatan gratis, kalau gue nikah nanti, gue mau mereka yang jadi pendamping gue.
Intinya, yang terbaik dalam definisi gue adalah, terbaik itu enggak akan
selalu jadi yang pertama tapi sadar atau pun enggak itu akan selalu
diutamakan.
Jadi, apa definisi kalian tentang SAHABAT ?
No comments:
Post a Comment